Hmh... Lagi-lagi lampu oranye temaram dan kelamnya cakrawala yang menemaniku pulang. Entah sepertinya mereka selalu setia menemaniku pulang setiap hari. Lelah, penat, life sucks!
Sedari tadi aku terus memperhatikan jalan--ya aku memang harus memperhatikan jalan karena aku sedang mengendarai mobil. Sebuah Chevrolet Camaro, terlalu mewah? Tidak, aku memang menyukai mobil sport. Dan lagipula uangku cukup untuk membelinya jadi apa salahnya? Hahahaha... Barusan terkesan sombong ya? Aku memang sukses. Aku memang seorang wanita sukses. Bekerja di salah satu perusahaan asing dan menjadi asisten direktur. Kurang sukses apa coba?
Tapi, ah, hidupku hampa. Kekayaan itu ilusi, menurutku. Ilusi indah, persis seperti pelangi sehabis hujan. Tunggu, menurutmu pelangi sehabis hujan itu indah? Ya, itu indah, namun ilusi. Tidak ada orang yang benar-benar bahagia ketika melihat pelangi. Menurutku, justru hujan yang indah. Hujan, seperti menghubungkan langit dan bumi. Seperti menghubungkan dua hal berbeda. Seperti menghubungkan individu dengan individu. Ya, hujan itu seperti perasaan. Dan sepertinya, aku tidak memiliki 'hujan' di hatiku.
Aku kesepian. Aku tertekan. Kemudian alat suntik dan zat penenang bekerja di tubuhku. Pikiranku sudah tidak terkendali dan kemudian hujan turun. Sekarang aku malah membenci hujan.
Tanganku mulai lemas. Pandanganku kabur. Dan tak lama kemudian hujan berhenti. Hujan singkat malam hari. Jarang sekali.
Aku terengah-engah. Hujan barusan mengisi pikiranku. Ya, aku hanya perlu menjadi hujan. Turun dengan deras kemudian hilang begitu saja. Dan aku hanya perlu hilang sekarang. Ah, ada jurang di depan.
Keesokan harinya, kematianku diumumkan.